Konsep Payudara

  1. Konsep Payudara
  2. Anatomi Payudara

Payudara (Mammae) adalah kelenjar asesoris kulit yang berfungsi  menghasilkan susu. Payudara terdapat pada laki-laki dan perempuan. Bentuk Payudara sama pada laki-laki dan perempuan yang belum dewasa. Papilla mammaria kecil dan di kelilingi oleh daerah yang berwarna gelap, disebut areola mamma. Jaringan payudara tersusun atas sekelompok kecil sistem saluran yang terdapat di dalam jaringan penyambung dan bermuara di daerah areola. Dasar payudara terbentang dari dari iga kedua sampai keenam dan dari pinggir lateral sternum sampai linea axillaries media.  Sebagian besar glandula mammaria terletak di dalam fascia  superficialis.

Sebagian kecil, yang disebut processus axillaris, meluas ke atas dan lateral, menembus fascia profunda pada pinggir caudal musculus pectoralis major, dan sampai ke axilla. Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus, yang tersusun radier dan berpusat pada papilla mammaria, dan mempunyai ampulla yang  melebar tepat sebelum ujungnya. Dasar papilla mammaria dikelilingi oleh areola. Tonjolan-tonjolan halus pada areola diakibatkan oleh kelenjar areola di bawahnya. Lobus-lobus kelenjar dipisahkan oleh septa fibrosa. Septa dibagian atas kelenjar berkembang dengan baik dan terbentang dari kulit sampai ke fascia profunda, dan berfungsi sebagai ligamentum suspensorium. Glandula mammaria dipisahkan dari fascia profunda yang membungkus otot-otot di bawahnya oleh spatium retromammaria yang berisi jaringan ikat jarang. Di antara kelenjar susu dan fascia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak.

Di antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara. Payudara terletak di dalam fasia superfisialis di daerah pectoral antara sternum dan aksila yang melebar dari kira-kira iga kedua atau ketiga sampai ke iga keenam atau ketujuh. Bentuk payudara cembung ke depan dengan putting di tengahnya, yang terdiri atas kulit, jaringan erektil, dan berwarna tua. Payudara berdiameter 10-12 cm dan berat ±200 gram (saat tidak hamil/menyusui). Konsistuen utama payudara adalah sel kelenjar disertai duktus terkait serta jaringan lemak dan jaringan ikat dalam jumlah bervariasi (Astutik, 2010).

Payudara yang sensitive terhadap pengaruh hormonal mengakibatkan payudara cenderung mengalami pertumbuhan neoplastic yang bersifat jinak maupun ganas. Yang bersifat ganas dapat berupa kanker. Kanker payudara dapat terjadi dibagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar di mana sebagian besar jaringan payudara terdapat (Mulyani, 2013).

  1. Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama adalah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopouse. Sejak pubertas pengaruh esterogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Pada masa pubertas, glandula mammaria membesar dan akan berbentuk setengah lingkaran. Salurannya memanjang, meskipun demikian pembesaran kelenjar terutama disebabkan karena penimbunan lemak.

Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid.  Sekitar hari ke-8 haid, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan nyeri dan tidak rata. Selama beberapa menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu, pemeriksaan foto mamografi tidak berguna karena kontras terlalu besar. Begitu haid mulai, semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui.

 

Pada kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. Perubahan patologi dan fungsional payudara tampak sesuai dengan pertambahan umur, dari masa pubertas, hamil, melahirkan sampai usia lanjut.

Payudara merupakan organ tubuh wanita yang paling peka terhadap gangguan keseimbangan hormonal. Payudara juga merupakan organ yang sangat sensitif terhadap perubahan hormonal, akibatnya payudara menjadi bagian organ tubuh yang paling sering terpengaruh berbagai kondisi patologis yang ada hubungannya dengan hormon terutrama esterogen. Akibat pengaruh hormon inilah payudara menjadi cenderung untuk mengalami perubahan neoplastik, baik yang bersifat jinak (benigna) maupun ganas (maligna)

Konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif bedah ortopedi

Konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif bedah ortopedi

1.KONSEP DASAR

Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.

2.GAMBARAN UMUM TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.

 

3.AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF
PENGKAJIAN :
Rumah/Klinik:
1)Melakukan pengkajian perioperatif awal
2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3)Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif

Unit Bedah :

1)Melengkapi pengkajian praoperatif
2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4)Membuat rencana asuhan keperawatan

Ruang operasi :

1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3)Mengidentifikasi pasien
4)Memastikan daerah pembedahan

Perencanaan :
1)Menentukan rencana asuhan
2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).

Dukungan Psikologis :
1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2)Menentukan status psikologis
3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan.

4.PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1)Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2)Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3)Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4)Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5)Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.

Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :

1)Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.

2)Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

3)Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.

4)Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.

5)Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1)Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi

2)Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.

KMB

TABEL KOMPETENSI ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SUB UNIT KOMPETENSI INDIKATOR PENILAIAN TTD
1.Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan

1.1.   Mengkaji tanda-tanda gangguan sistem pernafasan

Mengidentifikasi tanda kebutuhan oksigen:

1.        Respiratori rate

2.        Pola nafas

3.        Pemakaian otot bantu pernafasan

4.        Retraksi dinding dada

5.        Pernafasan cuping hidung

6.        Analisa gas darah

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan pernafasan

1 2 3 4
2.        Mengelompokkan data 1 2 3 4
3.        Menetapkan diagnosa keperawatan 1 2 3 4
4.        Menentukan prioritas 1 2 3 4
1.2.       Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.4.      Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

Memantau perubahan status pernafasan :

1.        Respiratori Rate

1 2 3 4
2.        Retraksi dinding dada 1 2 3 4
3.        Pola nafas 1 2 3 4
4.        Pernafasan cuping hidung 1 2 3 4
5.        Pemakaian otot bantu nafas 1 2 3 4
6.        Blood Gas Anaysis

 

1 2 3 4
Memberikan kebutuhan oksigen:

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur pemberian oksigen

2.        Memberikan oksigen sesuai kebutuhan

1 2 3 4
Melakukan pengambilan darah arteri:

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur pemberian oksigen

2.        Mempersiapkan alat dan pasien untuk tindakan

1 2 3 4
Melakukan fisioterapi nafas:

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

2.        Mempersiapkan alat dan pasien untuk tindakan

3.        Melakukan clapping, vibrasi, dan postural drainase

1 2 3 4
Melakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif :

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

2.        Melakukan prosedur

3.        Menjelaskan indikator keberhasilan

 

 

 

1 2 3 4
Melakukan nebulizer:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indikator keberhasilan

Melakukan suction:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indicator keberhasilan

Melakukan perawatan trakeostomi:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indicator keberhasilan

Melakukan perawatn WSD:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indicator keberhasilan

Mengobservasi biopsi:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indicator keberhasilan

Mengobservasi FOB:

1.        Mengobservasi persiapan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menyusun laporan kegiatan

Mengobsevasi tes faal paru:

1.        Mengobservasi persiapan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menjelaskan hasil interpretasi

4.        Menyusun laporan kegiatan

Melakukan mantoux tes:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indicator keberhasilan

Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan atau tim kesehatan yang lain

2.        Mengusulkan pemberian obat:

a.     Injeksi bricasma

b.     Injeksi dexamethason

c.     Injeksi aminophilyn

d.     Bisolvon

e.     Atroven

f.      Obat-obat T

 

Mengevaluaasi perubahan status pernafasan:

1.        RR

2.        Perubahan status pernafasan:

Retraksi otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung, pergerakan dinding dada

Mengevaluasi kebutuhan oksigen:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi fisioterapi dada:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Menevaluasi latihan nafas dalam:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Kemampuan klien dalam melaksanakannya

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi pemberian nebulizer:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi suction:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi perawatan tracheostomy:

1.        Kondisi tracheostomy

2.        Kondisi kulit sekitar lokasi pemasangan: kemerahan, pus tidak ada

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi respon klien:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi prosedur FOB:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi tes faal paru:

1.        Hasil interpretasi tes

2.        Respon klien atau pasien dianalisis

Mengevaluasi mantuox tes:

1.        Tempat penyuntikan tuberculin, meliputi: warna dan diameter

2.        Respon klien/pasien dianalisis

Mengevaluasi pemberian medikasi:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien atau pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim kesehatan lain

Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim kesehatan lain

Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim kesehatan lain

Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim kesehatan lain pada klien

 

1 2 3 4
Melakukan suction:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indikator keberhasilan

1 2 3 4
Melakukan perawatan trakeostomi:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indikator keberhasilan

 

1 2 3 4
Melakukan perawatan WSD:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur

4.        sesuai SOP

5.        Menjelaskan indikator keberhasilan

 

1 2 3 4
Mengobservasi biopsi:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indikator keberhasilan

 

1 2 3 4
Mengobservasi FOB:

1.        Mengobservasi persiapan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menyusun laporan kegiatan

1 2 3 4
Mengobservasi test faal paru:

1.        Mengobservasi persiapan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menyusun laporan kegiatan

1 2 3 4
Melakukan mantoux test:

1.        Mempersiapkan alat dan jenis obat yang digunakan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan indikator keberhasilan

 

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi :

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan atau tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Injeksi Bricasma

b.        Injeksi IV Dexamethasom

c.        Injeksi Aminophilin

d.        Bisolvon

e.        Atroven

f.         Obat-obat TB

 

1 2 3 4
1.3.   Mengevaluasi hasil

 

Mengevaluasi perubahan status pernafasan:

1.        Respiratori Rate

2.        Perubahan status pernafasan: retraksi otot bantu nafas,

3.        pernafasan cuping hidung, pergerakan dinding dada.

4.        Memantau respon klien/pasien baik fisik maupun psikologis

5.        Melakukan tindak lanjut sesuai kebutuhan

1 2 3 4
Mengevaluasi kebutuhan oksigen:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi fisioterapi dada:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi latihan nafas dalam dan batuk efektif:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi pemberian nebulizer:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

1 2 3 4
Mengevaluasi suction:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

1 2 3 4
Mengevaluasi perawatan trakeostomi:

1.        Kondisi trakeostomi

2.        Kondisi kulit sekitar lokasi pemasangan: kemerahan, pus tidak ada

3.        Respon psikologis dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi perawatan WSD:

1.        Kondisi selang WSD

2.        Kondisi kulit sekitar lokasi pemasangan: kemerahan, pus tidak ada

3.        Respon psikologis dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi respon klien post biopsi:

1.        Respon fisik diobservasi: sesak berkurang, klien atau pasien tenang

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengevaluasi prosedur FOB:

1.        Respon fisik diobservasi: kemungkinan perdarahan

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengobservasi tes faal paru:

1.        Hasil interpretasi tes

2.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengobservasi mantoux test:

1.        Tempat penyuntikan tuberkulin meliputi: warna dan diameter

2.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
Mengobservasi pemberian medikasi:

1.        Respon fisik diobservasi: kemungkinan perdarahan

2.        Respon psikologis diobservasi: keluhan berkurang, klien/ pasien dapat istirahat

3.        Respon klien/pasien dianalisis

1 2 3 4
1.4.   Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

 

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar

2.        Dokumentasi  secara baik dan benar

3.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
2.           Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem kardiovaskuler:

2.1        Mengkaji tanda-tanda gangguan sistem kardiovaskuler

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi sistem kardiovaskuler:

1.        Tanda-tanda gangguan subjektif dan objektif dikaji lebih spesifik antara lain:

a.        Nyeri dada dan rasa tidak aman

b.        Restriksi kegiatan individu

c.     Alasan mencari bantuan asuhan keperawatan

d.        Faktor-faktor resiko

2.        Sirkulasi peripheral dicek secara bertahap:

a.        Nadi perifer

b.        Tingkatan dan jernis oedema

c.        Capillary refill time (CRT)

d.        Warna kulit

e.        Akral

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan kardiovaskuler

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
2.2        Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau sirkulasi perifer:

1.        Tanda vital: tekanan darah, suhu, respiratori rate, dan nadi

2.        Sirkulasi perifer:

a.     Nadi perifer

b.     Tingkatan dan jernis oedema

c.     Capillary refill time (CRT)

d.     Warna kulit

e.     Akral

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan EKG:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan hasil interpretasi

1 2 3 4
Melakukan pengukuran JVP:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menjelaskan hasil interpretasi

1 2 3 4
Melakukan pengukuran CVP:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

4.        Menjelaskan hasil interpretasi

1 2 3 4
Melakukan pemasangan infus atau transfusi;

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur sesuai SOP

1 2 3 4
Melakukan pemasangan stocking:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

4.        Menjelaskan hasil interpretasi

1 2 3 4
Menjaga kecukupan cairan:

1.        Mengukur kecukupan cairan

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menjelaskan hasil interpretasi

1 2 3 4
Mengobservasi PTCA/PTMC:

1.        Mengobservasi persiapan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Menjelaskan indikator keberhasilan

4.        Membantu atau mengobservasi proses pelaksanaan

5.        Menyusun laporan kegiatan

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan untuk mengkoreksi elektrolit

3.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Dopamine

b.        Nitrogliserin

c.        Herbeser dll

1 2 3 4
2.3        Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien/pasien baik fisik maupun psikologis

4.        Melakukan tindak lanjut sesuai kebutuhan

1 2 3 4
2.4.   Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

 

 

 

 

 

 

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

3.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukkan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar

2.        Dokumentasi  secara baik dan benar

3.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
3.     Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persarafan

3.1     Mengkaji tanda-tanda gangguan persarafan

 

Mengidentifikasi gangguan persarafan:

1.        Adanya perubahan tingkat kesadaran, reflek fisiologis dan patologis, rangsang meningeal

2.        Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan persarafan

2.        Mengelompokkan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
3.2.   Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan persarafan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau gangguan persarafan:

1.        Pengukuran GCS: adanya perubahan tingkat kesadaran

2.        Pemeriksaan reflek  fisiologis dan patologis

3.        Pemeriksaan rangsang meningeal

1 2 3 4
Mengobservasi lumbal punksi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan perawatan decubitus:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Memantau hasil laboratorium (none pandy):

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mempersiapkan tindakan CT Scan dan MRI:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan sop

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan tindakan penurunan TIK:

1.        Memberikan posisi head up

2.        Valsava’s maneuver dihindari

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan untuk EVD

3.        Mengusulkan pemberian obat: injeksi manitol

1 2 3 4
3.3.   Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
3.4        Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
4.     Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem perkemihan

4.1.   Mengkaji gangguan sistem perkemihan

Mengidentifikasi tanda gangguan sistem perkemihan:

1.        Adanya distensi kandung kemih, nyeri, hesistensi, hesitansi, hematuri, nocturi, eneuresis nocturi, terminal dribbling, oliguri, anuria, inkontinensia urin, retensi urin, dll

2.        Adanya respon psikologis seperti kecemasan

3.        Faktor-faktor penyebab

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan perkemihan

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
4.2.   Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan Memantau gangguan perkemihan: Adanya distensi kandung kemih, nyeri, hesistensi, hesitansi, hematuri, nocturi, eneuresis nocturi, terminal dribbling, oliguri, anuria, inkontinensia urin, retensi urin, dll 1 2 3 4
Melakukan pemasangan kateter:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Menghitung balance cairan:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan irigasi post TURP:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan persiapan USG, BNO, dan IVP:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan perawatan pre dan post hemodialisa:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Memantau hasil laboratorium (BUN, kreatinin dan elektrolit):

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan untuk koreksi elektrolit

3.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Injeksi lasix

b.        Injeksi spironolacton

1 2 3 4
4.3.   Mengevaluasi hasil Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
4.4.      Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
5.        Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada system gastrointestinal

5.2.   Mengkaji gangguan sistem gastrointestinal

 

Mengidentifikasi tanda gangguan sistem pencernaan:

1.  Keluhan pasien mencakup: Adanya gangguan menelan, nafsu makan berkurang, mual, muntah, perubahan bising usus, turgor kulit menurun, diare, kembung, kehilangan BB, konstipasi, fecal impaction, fecal inkontinen

2.  Data klien/ pasien mencakup riwayat keperawatan: nutrisional screening, kalkulasi, persentasi, riwayat diet, pengukuran antropometri, dan data laboratorium dikumpulkan

3.  Adanya respon psikologis seperti kecemasan

4.  Faktor-faktor prnyebab

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan pencernaan

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
5.3.   Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem gastrointestinal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau gangguan pencernaaan: Adanya gangguan menelan, nafsu makan berkurang, mual, muntah, perubahan bising usus, turgor kulit menurun, diare, kembung, kehilangan BB, konstipasi, fecal impaction, fecal inkontinen 1 2 3 4
Memberikan makanan melalui oral:

1.        Alat-alat makan sesuai kebutuhan

2.        Makanan klien/pasien sesuai diet yang disiapkan

3.        Situasi/kondisi yang kondusif

1 2 3 4
Melakukan pemansangan NGT:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Memberi makan melalui enteral dan parenteral:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Nutrisi sesuai kebutuhan disiapkan

3.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

4.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mengukur BJ plasma:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan sop

4.        Interpretasi hasil

Melakukan kumbah lambung:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan perawatan kolostomi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan persiapan USG dan endoskopi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Memantau hasil laboratorium (Albumin, transferin serum dan elektrolit):

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan untuk koreksi elektrolit

3.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        injeksi Ranitidine

b.        injeksi Primperan

1 2 3 4
5.4.   Mengevaluasi hasil

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
5.5.      Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
6.           Melaksana-

kan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan muskuloskeletal

6.2.      Mengkaji gangguan sistem muskuloskeletal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi tanda gangguan sistem muskuloskeletal:

1.        Adanya krepitasi, luka terbuka/tertutup, perubahan bentuk tulang, perubahan bentuk fungsi, bengkak, kemungkinan perdarahan

2.        Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan muskuloskeletal

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
6.3.      Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau gangguan muskuloskeletal:

Adanya krepitasi, luka terbuka/tertutup, perubahan bentuk tulang, perubahan bentuk fungsi, bengkak, kemungkinan perdarahan

1 2 3 4
Melakukan pemasangan bandage:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pemasangan GIPS/Traksi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pemasangan mitella:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan perawatan luka dan angkat jahitan:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

 

1 2 3 4
Melakukan mobilisasi klien kasus spine:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan latihan ROM aktif atau pasif:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mempersiapkan tindakan CT Scan dan MRI:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Gammaglobulin

b.        Injeksi tramadol

 

1 2 3 4
6.4.      Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
6.5.      Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

 

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya Kpd klien

1 2 3 4
7.     Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan endokrin

7.1     Mengkaji gangguan sistem endokrin

 

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi gangguan endokrin:

1.        Pada DM terdapat poliuri, polidipsi,polifagi, penurunan BB, gatal pada kemaluan, kesemutan, peningkatan kadar gula darah

2.        Pada hipertiroid terdapat: keringat berlebih, penurunan BB, banyak makan, kurus, rambut kering, exoptalmus, takikardi, hipertermi, tremor, haus, peninggkatan kadar T3-T4

Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan endokrin

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

Menentukan prioritas

1 2 3 4
7.2     Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau gangguan endokrin:

1.        Pada DM terdapat poliuri, polidipsi,polifagi, penurunan BB, gatal pada kemaluan, kesemutan, peningkatan kadar gula darah

2.        Pada hipertiroid terdapat: keringat berlebih, penurunan BB, banyak makan, kurus, rambut kering, exoptalmus, takikardi, hipertermi, tremor, haus, peninggkatan kadar T3-T4

1 2 3 4
Melakukan perawatan luka gangren:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan gula darah:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan regulasi insulin:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan reduksi urin:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Insulin

b.        Dextrose 40%

c.        Nabic

d.        Propanolol

e.        Lugol, dll

1 2 3 4
7.3        Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
7.4        Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
8.        Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem penglihatan

8.1     Mengkaji gangguan sistem penglihatan

Menganalisa gangguan penglihatan:

1.        Adanya hipereremi, hifema, anemia, photopsia, halo, fotofobia, floaters, mual muntah, erosi, sekresi, lakrimasi, peningkatan TIO, penurunan visus, koagulum, BMD dangkal, pipi lonjong.

2.        Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan penglihatan

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4  

 

 

8.2     Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem penglihatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memantau gangguan penglihatan:

Adanya hipereremi, hifema, anemia, photopsia, halo, fotofobia, floaters, mual muntah, erosi, sekresi, lakrimasi, peningkatan TIO, penurunan visus, koagulum, BMD dangkal, pipi lonjong.

1 2 3 4
Mempersiapkan operasi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Memeriksa visus:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan tonometri:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan fluoresin:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Memeriksa PH mata:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan schimmer test:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

 

1 2 3 4
Melakukan anel test:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan irigasi mata:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan cukur bulu mata:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan perawatan post operasi mata:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan test sensibilitas:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan sop

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Cendolyteers

b.        Cendoxytrol

c.        Midriatikum

d.        Gentamicin

e.        Timolol

1 2 3 4
8.3     Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
8.4     Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
9.     Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pendengaran

9.1     Mengkaji gangguan sistem pendengaran

Mengidentifikasi gangguan pendengaran:

1.        Adanya nyeri, keluarnya cairan dari telinga, tinnitus, hilang pendengaran, demam.

2.        Keluhan pasien dicatat

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan pendengaran

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
9.2     Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pendengaran

 

 

 

 

 

 

 

Melakukan pemeriksaan fisik:

1.        Adanya nyeri, keluarnya cairan dari telinga, tinnitus, hilang pendengaran, demam.

2.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Mengobservasi hasil laboratorium:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan Tes Bisik:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan garputala:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan audiometri:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan nada tu-tur:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan irigasi telinga:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat antibiotik

1 2 3 4
9.3     Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
9.4     Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

 

 

 

 

 

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
10.     Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem imun

10.1     Mengkaji gangguan sistem imun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi gangguan sistem imun:

1.        Adanya penurunan BB, diare lebih dari 1 bulan, adanya infeksi oportunistik yang menyertai.

2.        Keluhan pasien dicatat

3.        Sumber infeksi:

a.        IDU

b.        Hubungan sexual

c.        Tranfusi darah

d.        Ibu ke janinnya

e.        Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing gangguan sistem imun

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
10.2     Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem imun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi gangguan imun:

1.        Adanya penurunan BB

2.        Diare lebih dari 1 bulan

3.        Adanya infeksi oportunistik yang menyertai.

1 2 3 4
Mengobservasi hasil laboratorium:

1.        Interpretasi hasil

2.        Menilai respon

1 2 3 4
Menerapkan Universal Precaution:

1.        Melakukan prosedur dengan SOP

2.        Memberikan penjelasan pada klien

1 2 3 4
Memberikan nutrisi:

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

2.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Melakukan latihan fisik:

1.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

2.        Memberikan latihan fisik

1 2 3 4
Melakukan pemberian tranfusi darah:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pemberian obat sitostatika  pada kasus keganasan (kanker, misalny: Leukemia):

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mengkolaborasikan penanganan infeksi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan atau tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat sesuai infeksi sekunder yang dialami

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian obat ARV

1 2 3 4
10.3     Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
10.4  Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

 

 

 

 

 

 

 

Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
5.           Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit tropis

11.1  Mengkaji tanda-tanda penyakit tropis

 

 

 

Mengidentifikasi faktor penyebab infeksi:

1.        Adanya diare, konstipasi, mual, muntah, nyeri ulu hati, nyeri persendian, ptechiae, echymosis, mimisan, hepatomegali, splenomegali, ikhterus, demam

2.        Keluhan pasien dicatat

3.        Faktor penyebab:

a.        Personal hygiene kurang

b.        Gigitan nyamuk

c.        Kotoran tikus,babi, dan lembu dst

4.        Adanya perubahan hasil laboratorium

1 2 3 4
11.2     Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit tropis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari masing-masing penyakit tropis

2.        Mengelompokkan data

3.        Menetapkan diagnosa keperawatan

4.        Menentukan prioritas

5.        Menilai ada tidaknya perubahan

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan fisik:

1.        Adanya diare, konstipasi, mual, muntah,

2.        Nyeri ulu hati, nyeri persendian, ptechiae, echymosis

3.        Mimisan, hepatomegali, splenomegali, ikhterus, demam

1 2 3 4
Mengobservasi hasil laboratorium:

1.        Intrepretasi hasil

2.        Menilai ada tidaknya perubahan

1 2 3 4
Mengambil sample darah vena:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan rumple leed test:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Melakukan pendidikan kesehatan:

1.        Pengetahuan bertambah

2.        Pemahaman meningkat

1 2 3 4
Melakukan kolaborasi:

1.        Mendiskusikan dengan dokter dan tim kesehatan lain

2.        Mengusulkan pemberian tranfusi TC

3.        Mengusulkan pemberian obat:

a.        Antibiotika

b.        Anti Perdarahan

1 2 3 4
11.3  Mengevaluasi hasil

 

 

 

 

 

11.4  Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
 Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
5.           Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien peri operatif

12.1  Mengkaji klien peri operatif (Pre operatif, Intra operatif dan Post operatif)

 

 

 

 

 

 

Mengidentifikasi klien peri operatif:

1.        Respon fisik meliputi: vital sign, pemeriksaan operasi lengkap.

2.        Respon psikologis seperti kecemasan

3.        Keluhan pasien dicatat

4.        Hasil pemeriksaan diagnostik disiapkan

1 2 3 4
Menganalisa data:

1.        Menguraikan patofisiologi dari kondisi klien dengan peri operatif

2.        Mengelompokan data

3.        Menetapkan diagnosis keperawatan

4.        Menentukan prioritas

1 2 3 4
Melakukan pemeriksaan fisik:

1.        Adanya perubahan vital sign, kecemasan.

2.        Mempersiapkan alat dan pasien

3.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

4.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
12.2  Melakukan tindakan keperawatan pada pasien peri operatif Mengobservasi penatalaksanaan pre operatif:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Mampu menerapkan prinsip surgical aseptic di kamar operasi:

1.        Mempersiapkan alat

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mengobservasi penatalaksanaan intra operatif:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
Mampu menjadi asisten instrumen  intra operasi:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4
Mengobservasi penatalaksanaan post operatif:

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

4.        Interpretasi hasil

1 2 3 4
12.3  Mengevaluasi hasil

 

Mengevaluasi tindakan dan respon klien:

1.        Memantau adanya perubahan vital sign,

2.        Interpretasi hasil

3.        Memantau respon klien atau pasien baik fisik maupun psikologis setelah tindakan

4.        Menindak lanjuti sesuai kebutuhan

1 2 3 4
12.4  Mendokumentasikan pelaksanaan tindakan Mencatat tindakan keperawatan:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil tindakan kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat hasil evaluasi:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan hasil temuan baru kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat respon klien:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan respon yang ditunjukan klien kepada tim  kesehatan lainnya

1 2 3 4
Mencatat tindak lanjut:

1.        Pencatatan pada lembar dokumentasi secara baik dan benar

2.        Mengkomunikasikan tindak lanjut yang ditetapkan tim  kesehatan lainnya kepada klien

1 2 3 4
6.           Melakukan prosedur keperawatan dasar manusia Melakukan pemenuhan kebutuhan dasar klien (makan, personal hygiene, berpakaian, eliminasi)

1.        Mempersiapkan alat dan pasien

2.        Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.        Melakukan prosedur dengan SOP

1 2 3 4

 

Konsep Senam Lan

  1. Pengertian

Senam lansia (senam tera) sebagai upaya meningkatkan tingkat kesegaran jasmani pada lansia sebagai latihan atau olahraga. Senam lansia merupakan serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut. (Santoso 2004)

  1. Manfaat

Senam lansia sendiri mempunyai banyak manfaat bagi lansia. Menurut Indonesian Nursing (2008) manfaat dari aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan membantu menghilangkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh.

Manfaat dari senam lanjut usia menurut Nugroho (2009) dalam buku karangan Maryam antara lain : 1) Memperlancar proses degenerasi karena perubahan usia, 2) Mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam kehidupan (adaptasi), 3) Fungsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan dalam fungsinya terhadap bertambahnya tuntutan, misalnya sakit.

Senam Tera Indonesia merupakan latihan fisik dan mental, memadukan gerakan bagian-bagian tubuh dengan teknik dan irama pernapasan melalui pemusatan pemikiran yang dilaksanakan secara teratur, serasi, benar dan berkesinambungan. Senam ini bersumber dari senam pernapasan Tai Chi yaitu senam yang mempunyai dasar olah pernapasan yang dipadukan seni bela diri, yang di Indonesia dikombinasikan dengan gerak peregangan dan persendian jadilah sebagai olah raga kesehatan. “Tera” berasal dari kata “terapi” yang mempunyai arti penyembuhan/pengobatan.

  1. Gerakan pada senam lansia

Adapun contoh gerakan-gerakan senam pada lansia yang paling mendasar adalah sebagai berikut:

  • Gerakan pada leher
  1. Tengadahkan kepala ke atas, usahakan leher tidak menekuk ke belakang kemudian luruskan.
  2. Tundukkan kepala pelan-pelan kemudian kembali ke posisi semula.
  3. Miringkan leher pelan-pelan ke kiri, tengah kemudian ke kanan.
  4. Palingkan leher ke kiri, tengah dan ke kanan secara perlahan-lahan.
  • Gerakan bahu dan tangan
  1. Putar pangkal lengan ke belakang kemudian ke depan. Dapat dilakukan dengan atau tanpa beban.
  2. Lengan rileks di depan badan, gerakan ke dalam dan ke samping tubuh kemudian kembali ke posisi semula.
  3. Posisi lengan ditekuk sejajar dengan bahu, gerakan ke depan dada, tarik ke belakang, lakukan bergantian dengan tangan kiri di atas dan tangan kanan di bawah.
  • Gerak kaki
    1. Jalan tegap di tempat dengan kaki diangkat ke belakang.
    2. Langkah silang kaki ke kanan dan ke kiri diikuti dengan ayunan tangan.
    3. Angkat paha dan kaki ke depan dengan gerakan tangan ke atas.
    4. Gerakan kaki menyilang di depan badan, sentuh ujung kaki kanan yang diangkat dengan tangan kiri, lakukan sebaliknya.
    5. Gerakan jinjit dengan jari kaki.
    6. Gerakan telapak kaki ke atas dengan tumpuan pada tumit dan kemudian lakukan lagi dengan ujung jari kaki.
    7. Gerakan menekuk ujung jari pada tumpuan tumit dan metarik ujung jari ke atas.
  1. Prinsip program latihan fisik antara lain adalah:
  • Membantu tubuh agar tetap bergerak/berfungsi
  • Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh
  • Memberi kontak psikologis dengan sesama sehingga tidak merasa terasing
  • Mencegah terjadinya cedera
  • Mengurangi/menghambat proses penuaan
  1. Ketentuan-ketentuan latihan fisik dapat meliputi hal-hal sebagai berikut:
  • Latihan fisik harus disenangi/diminati
  • Latihan fisik disesuaikan dengan kondisi kesehatan (kelainan/penyakit)
  • Latihan fisik sebaiknya bervariasi
  • Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobic, yaitu berlangsung lama dan ritmis (berulang-ulang) contoh, berjalan kaki, jogging, bersepeda, berenang dan senam aerobic.

Dosis latihan fisik adalah sebagai berikut:

  1. Lama latihan minimal 15-45 menit secara kontinu
  2. Frekuensi latihan 3-4 kali/minggu (belum termasuk pemanasan dan pendinginan)
  • Intensitas latihan 60-80% denyut nadi maksimal(DNM)
  • Pada awal latihan lakukan dahulu pemanasan, peregangan, kemudian latihan inti. Pada akhir latihan lakukan pendinginan dan peregangan lagi (memeriksa tekanan darah dan nadi penting dilakukan terlebih dahulu)
  • Sebelum melakukan latihan, minum terlebih dulu untuk menggantikan keringat yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum, selama, dan sesudah berlatih.
  • Latihan dlakukan minimal dua jam setelah makan agar tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pagi hari tidak perlu makan sebelumnya.
  • Latihan diawasi seorang pelatih agar tidak terjadi cedera
  • Latihan dilakukan secara lambat, tidak boleh eksplosif, disamping itu gerakan tidak boleh menyentak atau memutar terutama untuk tulang belakang.
  • Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan dan tipis serta jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan (Maryam, 2008).
  1. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan latihan fisik antara lain adalah sebagai berikut:
  • Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih meliputi ketahanan kardiopulmonal, kelenturan, kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan dan kelincahan gerak.
  • Selalu memerhatikan keselamatan/menghindari cedera.
  • Latihan dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat sesuai dengan kemampuan.
  • Latihan dalam bentuk permainan ringan sangat dianjurkan.
  • Latihan dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis dinaikkan sedikit demi sedikit.
  • Hindari kompetisi dalam bentuk apapun.

Bagi mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, perlu melaksanakan olahraga secara rutin untuk mempertahankan kebugaran jasmani dan memelihara serta mempertahankan kesehatan di hari tua. Salah satu komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan (flexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh daerah pergerakannya. Kurang gerak dapat menimbulkan kelesuan dan menurunkan kualitas fisik yang berdampak seseorang akan lebih sering terserang penyakit. Untuk itu latihan fisik secara teratur perlu dilaksanakan (Maryam, 2008).

  1. Teknik dan cara berlatih latihan fisik

Tehnik dan cara berlatih latihan fisik pada lansia yang dilakukan terbagi dalam tiga segmen yaitu:

  • Pemanasan (warming up)

Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan sendi) dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit. Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses metabolisme yang meningkat.

  • Latihan inti

Latihan inti bergantung pada komponen/faktor yang dilatih. Gerakan senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang disesuaikan dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:

  1. Daya tahan (endurance)
  2. Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik
  3. Fleksibilitas dengan peregangan
  4. Kekuatan otot dengan latihan beban
  5. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan latihan aerobik kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
  • Pendinginan (cooling down)

Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis latihan inti perlu dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan, yaitu selama 8-10 menit (Maryam, 2008).

  1. Olahraga/latihan fisik pada lansia

Beberapa contoh olahraga /latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran, dan kelenturan fisiknya adalah sebagai berikut:

  • Pekerjaan rumah dan kebun

Kegiatan ini dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani. Akan tetapi harus dikerjakan secara tepat agar nafas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat, dan otot menjadi lelah. Dengan demikian tubuh kita akan mengeluarkan kringat. Jika rumah/kebun tidak terlalu luas untuk melaksanakan kegiatan ini atau sudah ada yang mengerjakan hal ini, maka harus dicari kegiatan olahraga lain atau kegemaran.

  • Berjalan-jalan

Bejalan-jalan sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali, maka dapat melenturkan tubuh. Hal ini bergantung pada kebiasaan. Jika berjalan merupakan bentuk latihan yang diinginkan, maka cobalah untuk dikombinasikan dengan bentuk olahraga lain. Joging atau berlari-lari bagi lansia juga sering dilakukan walaupun sebenarnya lebih baik berjalan cepat.

  • Jalan cepat

Jalan cepat adalah olahraga lari yang bukan untuk perlombaan dan dilakukan dengan kecepatan 11 km/jam atau dibawah 5, 5 menit/km. jalan cepat berguna untuk mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani, latihan ini termasuk cara yang aman bagi lansia. Selain itu biayanya murah dan menyenangkan, mudah, serta berguna bila dilakukan dengan benar. Jalan cepat berguna untuk memperbaiki kemampuan memperbaiki zat asam (O2), berarti memperbaiki fungsi jantung, paru-paru, peredaran drah dan lain-lain. Akan lebih baik jika dikombinasikan dengan bentuk dan latihan yang lain seperti senam, renang, serta latihan kekuatan otot agar otot tubuh bagian atas seimbang.

Jalan dapat dilakukan dimana saja terutama di luar rumah. Akan lebih baik bila dilakukan dilapangan rumput, hindari jalan di tempat keras terutama bagi mereka yang berat badannya berlebihan. Jalan cepat dapat dilakukan sendiri atau bersama sama.

Posisi yang dianjurkan adalah pandangan lurus kedepan, bernfas normal melalui hidung atau mulut, kepala dan badan lemas serta tegak, tangan digenggam ringan, kaki mendapat ditumit atau pertengahan telapak kaki, langkah tidak terlalu besar, serta ujung kaki mengarah kedepan (. Maryam, 2008)

 

  1. Tujuan olahraga

Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak semua olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang dianggap membahayakan saat berolahraga (Maryam, 2008).

Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Sit-up dengan kaki lurus

Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut dipegang dapat menyebabkan masalah pada punggung. Oleh karena sit-up cara klasik ini menyebabkan otot liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada kolumna vertebralis dan femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat di daerah perut. Jika fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke depan dan otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung kita akan melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan pemendekan otot punggung bagian bawah dan paha. Akhirnya menyebabkan pinggul terangkat ke atas secara permanen dan lengkung lordosis menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada pinggang.

Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up, otot-otot fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan bertumpu pada otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang bagian bawah.

 

  • Meraih ibu jari kaki

Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan meraih ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu mengecilkan perut, juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya latihan-latihan meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot punggung bagian bawah.

Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi. Sebagai konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis yang akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadang-kadang hal ini dapat menyebabkan gangguan pada diskus invertebralis.

  • Mengangkat kaki

Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat ± 15 cm dari lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama mungkin. Latihan ini tidak baik, karena dapat menyebabkan rasa sakit pada punggung bagian bawah (low back pain) dan menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada punggung.

Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan kaki setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak dapat menahan punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi ini menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.

  • Melengkungkan punggung

Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot perut agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan melengkungkan punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan melemahkan persendian tulang punggung.

Tabel 2. 1 Intensitas Latihan Kesegaran Jasmani pada Lansia

Nomor Umur Zona latihan (denyut nadi per menit)
1. 55 tahun 115-140
2. 56 tahun 115-139
3. 57 tahun 114-138
4. 58 tahun 113-138
5. 59 tahun 113-137
6. 60 tahun 112-136

 

Lansia yang berusia 55 tahun harus melakukan latihan sehingga denyut nadinya mencapai lebih dari 115/menit dan tidak melampaui 140/menit. Apabila waktu melakukan latihan denyut nadi tidak mencapai 115 denyut per menit, maka latihan kurang bermanfaat untuk memperbaiki kesegaran jasmani. Akan tetapi, bila melampaui 140 denyut per menit, maka latihan dapat membahayakan kesehatan.

  1. Lamanya Latihan

Latihan akan bermanfaat untuk meningkatkan kesegaran jasmani jika dilaksanakan dalam zona latihan paling sedikit 15 menit.

  1. Frekuensi Latihan

Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesegaran jasmani, maka latihan harus dilakukan paling sedikit tiga hari atau sebanyak-banyaknya lima hari dalam satu minggu. Misalnya hari senin, rabu, dan jumat. Jadwal bergantung waktu kita. Bila latihan diluar gedung sebaiknya pagi hari sebelum pukul 10. 00 atau sore hari setelah pukul 15. 00 (Maryam, 2008).

Kesegaran Jasmani

  1. Pengertian

Kesegaran jasmani pada lansia adalah kebugaran atau kesegaran yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu kebugaran jantung, paru-paru, peredaran darah, kekuatan otot, dan kelenturan sendi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk memperoleh kesegaran jasmani yang baik, harus melatih semua komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri atas :

  1. Ketahanan jantung, peredaran darah dan pernafasan
  2. Ketahanan otot
  3. Kekuatan otot serta kelenturan tubuh (Maryam, 2008).

Kesegaran jasmani diartikan sebagai kesanggupan untuk melakukan kerja secara efisien, tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Hisbullah,1972:12). Secara umum yang dimaksud kesegaran jasmani adalah kebugaran fisik (Physical Fitness), yaitu kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya. Kesegaran jasmani dipandang dari aspek fisiologi adalah kapasitas fungsional untuk memperbaiki kualitas hidup (Fox, 1987:6) dalam kontek ini kesegaran dipandang dengan istilah total fitness. Total fitness meliputi kesegaran fisik, kesegaran mental, kesegaran emosi, dan kesegaran sosial. Sedangkan kesegaran jasmani merupakan salah satu dari kesegaran total.

Kesegaran jasmani merupakan derajat sehat dinamis. Sehat dinamis dimaksud adalah suatu kondisi jasmani seseorang yang erat kaitannya dengan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam pekerjaan sehari-hari secara optimal dan efisien (Cooper, 2001).

Kesegaran jasmani diperlukan oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Kesegaaran jasmani harus dipelihara dan dipertahankan. Beberapa alasan mengapa kesegaran jasmani dibutuhkan manusia dalam kehidupannya antara lain adalah: Baca lebih lanjut

PERSEPSI IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI MELALUI PERSPEKTIF TEORI TRANSKULTURAL MEIDELANE LEININGER

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

ASI merupakan makanan utama untuk bayi. ASI mempunyai keunggulan yang tak tergantikan oleh makanan dan minuman apapun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. ASI mengandung semua zat gizi yang paling tepat dan lengkap dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi (Prabantini, 2010).

Enam bulan pertama kehidupannya, kebutuhan bayi akan makanan sudah cukup terpenuhi dengan ASI. Namun pasca usia tersebut, ia memerlukan makanan tambahan yang dapat menunjang tumbuh kembangnya. Pada usia ini, jika hanya diberikan ASI saja, kebutuhan asupan gizi bayi masih belum terpenuhi seluruhnya. Pemberian ASI saja pada usia pasca enam bulan hanya akan memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan bayi. Sedangkan 30-40% harus dipenuhi dari makanan pendamping atau makanan tambahan (Indiarti, 2009).

Pandi (2008), menjelaskan bahwa bayi setelah berumur 6 bulan dapat diberikan/ diperkenalkan makanan pendamping ASI. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yaitu makanan semi padat atau padat yang diberikan kepada bayi selain ASI. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi berusia 6 bulan tentunya berdasarkan alasan atau pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang utama adalah kesiapan tubuh si bayi itu sendiri. Memasuki usia 6 bulan, bayi sudah menunujukan tanda-tanda kesiapan untuk menerima MP-ASI. Untuk  pemberian MP-ASI terbagi menjadi 3 tahap yakni makanan lumat, makanan lembik dan makanan keluarga. Makanan lumat diberikan kepada bayi usia 6-9 bulan. Sedangkan makanan lembik ketika bayi sudah berusia 9-12 bulan. Selanjutnya, pada usia 1 tahun ke atas, bayi sudah diperkenalkan kepada makanan keluarga (Rakyat, 2012).

Dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan adalah faktor kesehatan bayi, faktor kesehatan ibu, faktor iklan, faktor pengetahuan ibu, faktor pekerjaan ibu, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor ekonomi (Suhardjo, 2007).

Faktor budaya/ tradisi dalam masyarakat sangat berpengaruh pada perilaku ibu terhadap pemberian MP-ASI. Berdasarkan hasil penelitian Visyara (2011), didapatkan hasil bahwa faktor sosial budaya merupakan peringkat ke 3 yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam pemberian MP-ASI oleh para ibu yaitu sebanyak 20 orang (54,1 %) dan sebagian kecil faktor sosial budaya mempunyai pengaruh yang kurang kuat sebanyak 17 orang (45,9 %), setelah faktor pekerjaan dengan responden yang bekerja sebanyak 22 orang (59,5 %) dan sebagian kecil orang tidak bekerja sebanyak 15 orang (40,5 %), dilanjutkan faktor pengetahuan dalam kategori baik sebanyak 22 orang (59,5 %) dan paling sedikit adalah orang dengan pengetahuan cukup yaitu sebanyak 7 orang(21,6 %).

Rakyat (2012) menyatakan kebanyakan para orangtua dengan berbagai alasan memberikan MP-ASI kurang dari 6 bulan, diantaranya yang paling sering adalah si bayi kelaparan meski sudah diberi susu dan terus rewel, padahal pemberian MP-ASI lebih awal dapat menimbulkan berbagai resiko bagi si bayi. Bayi akan lebih mudah sakit, mulai dari batuk, pilek, demam, sembelit, diare dan berpeluang mengalami alergi makanan serta berpeluang obesitas. Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat sangatlah penting, karena dapat mengurangi resiko bayi terkena infeksi saluran pencernaan atau pernafasan (Damayanti, 2010)

 

Untuk informasi lebih lengkap silahkan Email : sayabisa1988@gmail.com

GAMBARAN PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI CALLISTA ROY ADAPTASI MODEL OLEH PERAWAT

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Asuhan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi bio-psiko-sosio, kultural, dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa, penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional akan berkembang bila didukung oleh teori dan model keperawatan serta pengembangan riset keperawatan dan diimplementasikan di dalam praktek keperawatan (Andan, 2010).

Salah satu teori yang mendasari asuhan keperawatan adalah teori dari Callista Roy. Callista Roy memandang manusia sebagai makhluk holistik yaitu gabungan dari bio-psio-sosial. Teori yang dijelaskan oleh Roy melalui sistem efektor/model adaptasi yang terdiri dari 4 faktor, yaitu : fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan (interdependen). Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons adaptasi yang berhubungan dengan empat model respon adaptasi. Perubahan internal, eksternal, dan stimulus input bergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping menggambarkan tingkat adaptasi seseorang terhadap keadaan sehat atau sakit. Tindakan keperawatan yang diberikan adalah untuk meningkatkan respons adaptasi pada situasi sehat-sakit dari individu dan diharapkan individu akan berada di zona adaptasi (Nursalam, 2009).

Ada berbagai masalah yang mungkin muncul jika pasien berada di zona maladaptif. Masalah tersebut diantaranya adalah hipoksia, malnutrisi, aktivitas fisik yang tidak adekuat, dekubitus, kecemasan, harga diri rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa tempat, telah ditemukan beberapa kejadian di rumah sakit yang berhubungan dengan masalah adaptasi pasien selama masa perawatan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh  Lipoeto di rumah sakit di Belanda tahun 2006, pravelensi kejadian malnutrisi mencapai 40%, Swedia 17%-47%, Amerika dan Inggris angkanya antara 40%-50%. Sedangkan di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari sekitar dari 20%-60% yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya mengalami penurunan status nutrisi selama perawatan di rumah sakit (Lipoeto, 2006).

Masalah lainnya yang  masih berhubungaan dengan keadaan maladaptif dari pasien selama masa perawatan di rumah sakit adalah munculnya dekubitus (luka tekan akibat tirah baring yang lama) pada bagian punggung pasien. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit menderita dekubitus sebanyak 3%-10% dan 2,7% berpeluang terbentuk dekubitus baru. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa di negara maju seperti Amerika Serikat yang telah didukung oleh fasilitas kesehatan yang serba modern, tenaga kesehatan yang terampil dan profesional saja dekubitus dapat terjadi, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang (Sabandar, 2008). Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Purwaningsih (2001), angka kejadian dekubitus di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Oktober 2001 dari 40 pasien yang mengalami tirah baring, didapatkan 40% pasien mengalami dekubitus. Penelitian Setyajati (2002) juga menunjukkan angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta bulan Oktober 2002 sebanyak 38,11% (Sabandar, 2008). Dari beberapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa, masalah yang muncul sebagai akibat dari gangguan adaptasi pasien yang dirawat di rumah sakit seperti dekubitus dan malnutrisi, masih cukup tinggi.

Untuk informasi lebih lengkap silahkan Email : sayabisa1988@gmail.com

GAMBARAN TAHAPAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Kanker merupakan salah satu penyakit yang tidak bisa disembuhkan bila sudah mencapai stadium lanjut, kanker masuk dalam beberapa contoh penyakit terminal, yang dikatakan penyakit terminal itu sendiri adalah penyakit menahun, secara medis sudah kecil untuk dapat disembuhkan, tetapi bisa dinormalisir keadaan secara fisik, misalnya penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, penyakit kanker dan lain-lain  (Ibrahim Rahmad, 2002).

1

Kanker merupakan kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normal, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali serta mengancam nyawa individu penderitanya (Baradero, 2008). WHO menyebutkan pada tahun 2004 angka kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta orang, dua kali lebih banyak dari angka kematian yang disebabkan HIV/AIDS, bahkan UICC  (Uniun Internationale Contre Cancer) memperkirakan jumlah penderita kanker di negara berkembang pada tahun 2020 bisa mencapai 10 juta orang,dengan 16 kasus terbaru tiap tahunnya. Apalagi penyakit kanker bisa menyerang siapa saja, tidak mengenal kelas sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia penderita. Angka kematian akibat penyakit kanker diperkirakan juga akan terus bertambah karena, kecendrungan pasien mulai pengobatannya ketika kankernya sudah pada stadium lanjut (Luwina, 2006).

Di Indonesia, kanker menjadi penyumbang kematian ke-3 terbesar setelah penyakit jantung dengan penyebab utama adalah pola hidup yang tidak sehat, seperti kurang olahraga, merokok dan pola makan yang tidak sehat (Wikipedia, 2012). Hal tersebut didukung pula oleh (Anita, 2000) yang menyatakan bahwa di Indonesia, penyakit kanker menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian, 64% penderitanya adalah perempuan yaitu menderita kanker leher rahim dan kanker payudara. Di Indonesia menurut profil kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2007 kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan (Dinas Kesehatan Nasional, 2007). Daerah terbanyak penderita kanker di Indonesia adalah di Yogyakarta dengan tingkat prevalensi tumor mencapai 9,6 per 1000 orang dan angka tersebut jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata prevalensi nasional yang besar 4,3 per 1000 orang (Siswa,2012).

Kanker payudara ditakuti oleh wanita  karena masih belum siap untuk menghadapi dampak fisik maupun psikologis  yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Dan penyakit ini merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia 35-50 tahun (De Velde, 1999). Psikologis penanganan intergritas fisik dapat mengakibatkan ketidak mampuan psikologis atau penurunan terhadap aktivitas sehari-hari seseorang (stuar & Laraia, 2005; Agistarika, 2009). Salah satu respon psikologis yang ditunjukan pada pasien dengan penyakit terminal  seperti kanker adalah respon psikologis. Dampak psikologis yang tidak diatasi akan mengakibatkan perasaan tidak nyaman akan hadir pada penderita kanker payudara, hal tersebut akan menjadi rasa takut, sedih, dan khawatir karena sakit yang mereka derita berkembang dan mengubah diri penderita kanker menjadi orang yang pesimis, mudah putus asa, dan tidak lagi memiliki semangat dalam hidupnya.

Selain itu juga respon psikologis yang muncul pada pasien kanker payudara dapat terdiri dari beberapa tahap yaitu, tahap pertama yaitu respon Denial (menolak), mereka menolak akan apa yang bakal terjadi pada fase ini, pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukan reaksi penolakan. Tahap ke 2 yaitu Anger (marah), Kemarahan terjadi karena kondisi klien menunjukan kehidupannya dengan segala hal yang diperbuatnya sehingga meninggalkan cita-citanya. Tahap ke 3 yaitu Bergaining (Tawar-menawar) untuk waktu yang akan terjadi. pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien dapat menimbulkan kesan apa yang terjadi pada dirinya. Tahap ke 4 yaitu Depression (Depresi), Selama tahap ini pasien cendrung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis dan tahap terakhir yaitu Acceptance (penerimaan). Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi.

Menurut Kubler- Ross, setiap fase/tahapan-tahapan  ini dapat tidak sesuai dengaan teorinya. Ada kalanya, seseorang yang menderita penyakit terminal dapat langsung meloncat pada tahap anger.

Untuk informasi lebih lengkap silahkan Email : sayabisa1988@gmail.com

HUBUNGAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA HIPERTENSI

Latar Belakang:Penyakit yang lebih dikenal sebagai tekanan darah tinggi ini merupakan faktor resiko utama dari perkembangan penyakit jantung dan stroke. Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “the silent killer” karena tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat dilihat dari luar.Tingginya kejadian hipertensi di era modern seperti ini antara lain didukung oleh pola dan gaya hidup yang tidak sehat.

Tujuan:Mengetahui hubungan pendidikan kesehatan dengan kepatuhan diet pada pasien hipertensi.

Untuk informasi lebih lengkap silahkan Email : sayabisa1988@gmail.com

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ASMA PADA PENDERITA ASMA

INTISARI

Latar Belakang: Asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Jadi, kurangnya pengetahuan penderita asma tentang pencegahan kekambuhan dapat meningkatkan serangan yang berulang.

Tujuan: Mengetahui gambaran pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan asma pada penderita asma.

Bab I

  1. Latar Belakang

Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan (Suriadi dan Rita, 2010). Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada malam hari, adanya alergen (seperti debu dan asap rokok) atau saat sedang menderita sakit seperti demam (Riskesdas, 2013).

Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronis untuk itu pengetahuan serta pemahaman penderita dan keluarganya tentang segala seluk beluk asma sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan penanganan penyakit ini (Aditama, 2006). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian Utami dkk (2014) terhadap hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pencegahan kekambuhan penderita asma, semakin tingggi skor pengetahuan pasien semakin baik skor dalam menghadapai pencegahan dini kekambuhannya. Jadi kurangnya pengetahuan penderita asma tentang pencegahan kekambuhan dapat meningkatkan serangan yang berulang.

Menghadapi masalah asma tidak cukup dengan obat tetapi sebaiknya ikut memprogramkan pengobatan dan penanggulangan penyakit bersama dengan dokter yang mengobati, termasuk hal-hal khusus yang mempengaruhi misalnya pencetus serangan waktu timbulnya serangan, obat-obatan yang cocok atau tidak cocok dan cara pencegahan serangan (Aditama, 2006). Pencegahan serangan atau kekambuhan asma dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan, menjaga kebersihan lingkunga, menghindari faktor pencetus asma dan menggunakan obat-obat antiasma (Sundaru cit Purba). Serangan asma dapat dipicu oleh alergen spesifik (misalnya, serbuk sari bunga, jamur, bulu binatang, debu atau makanan) atau oleh faktor lain seperti perubahan cuaca, infeksi pernapasan, latihan, refluks gastroesofageal atau faktor emosional (Sowden dan Betz, 2009). Faktor faktor pencetus serangan asma menurut Muttaqin (2008) adalah alergen, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga/ kegiatan jasmani yang berat, obat obatan, polusi udara dan lingkungan kerja.

Penyakit asma masih merupakan masalah besar baik di Indonesia maupun di dunia. Diperkirakan sekitar 500.000.000 orang di dunia menderita asma dan ada kecenderungan meningkat dimasa yang akan datang. Demikian juga prevalensi asma pada anak di Indonesia masih cukup tinggi terutama di kota-kota besar, yaitu antara 3,7%-16,4% (Aditama, 2006). Penyakit asma ini dapat berpengaruh pada kualitas dan produktivitas hidup masyarakat Indonesia terutama pada anak anak, hal ini ditunjukan dengan didapatkan angka kekambuhan asma yang tinggi (40%) dan hilangnya hari sekolah pada anak (Depkes, 2009).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 100.000.000-150.000.000 penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300.000.000 orang diseluruh dunia dan terus meningkat  selama 20 tahun kebelakang ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi dimasa yang akan datang serta menggangu kualitas hidup pasien. Angka kejadian asma 80%  terjadi dinegara berkembang akibat kemiskinan, kurang tingkat pendidikan, pengetahun, dan fasilitas pengobatan (WHO, 2006). WHO melaporkan jumlah kematian didunia tahun 2008 yang diakibatkan asma sekitar 284.000 jiwa. Jumlah kematian akibat asma dikawasan Asia Tenggara sekitar 107.000 jiwa (Ditjen PP&PL Depkes RI, 2009).

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan angka kejadian asma sebesar 4,0% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 4,5%. Kalimantan Selatan menempati urutan kedelapan dari sembilan provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit asma diatas prevalensi nasional dan meningkat menjadi urutan kelima pada tahun 2013 dengan persentasi 6,4%. Data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, kejadian asma pada tahun 2013 berjumlah 5703 kasus, angka tertinggi terjadi di Puskesmas Alalak Selatan yaitu berjumlah 896 kasus (15,17%).

Bardasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Mei 2014 dengan melakukan wawancara terhadap 5 orang penderita asma yang berkunjung ke Puskesmas Alalak Selatan didapatkan hasil 1 orang mengatakan serangan asma dapat terjadi 1-2 kali dalam satu minggu, 2 orang mengatakan serangan asma dapat terjadi 2-3 kali dalam satu minggu, 2 orang lainnya mengatakan serangan asma dapat terjadi 3-4 kali dalam satu minggu. 3 orang yang diwawancarai mengatakan kurang mengatahui apa saja yang dapat menyebabkan kekambuhan asma dan 2 orang lainnya mengatakan sedikit mengetahui tentang asma dan debu adalah salah satu yang dapat menyebabkan asma kambuh. Mereka mengatakan belum pernah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan tentang penyakit asma.

Melihat serangan asma yang terjadi berulang kali dan kurangnya pengetahuan penderita tentang pencegahan kekambuhan penyakit asma maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan asma.

Untuk Informasi Lebih Lanjut Bisa Kirm Email